Juni 6, 2025

Tirtanetwork.com

Menghunbungkan dunia

Alih Fungsi Lahan oleh PT Kalijeruk Baru Diprotes Warga, DPRD Lumajang Pertanyakan Legalitas HGU

Tirtanetwork.com – Ratusan warga dari tiga desa di Kecamatan Randuagung, Kabupaten Lumajang yakni Kalipenggung, Ranulogong, dan Salak menggelar aksi protes di depan Kantor DPRD Lumajang pada Senin (2/6/2025). Mereka menuntut penghentian aktivitas PT Kalijeruk Baru yang diduga melakukan alih fungsi lahan secara masif tanpa izin yang jelas.

Warga menyuarakan kekhawatiran atas penggundulan lahan dan pengalihfungsian kebun rakyat menjadi perkebunan tebu. Lahan yang sebelumnya ditanami cokelat, karet, dan kelapa kini seluruhnya diganti dengan tanaman tebu.

Kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan dampak lingkungan dan sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dalam aksinya, warga mendesak PT Kalijeruk Baru untuk segera menghentikan seluruh aktivitas pertanian tebu dan melakukan pemulihan terhadap lingkungan yang terdampak.

Mereka menilai aktivitas perusahaan tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Merespons tuntutan warga, DPRD Kabupaten Lumajang menyatakan akan segera menindaklanjuti persoalan ini dengan melakukan investigasi terhadap legalitas Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki PT Kalijeruk Baru.

Dewan juga akan memfasilitasi mediasi antara perusahaan dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik. Ketua DPRD Lumajang, Hj. Oktafiyani, S.H., M.H., menyoroti adanya perbedaan data luas lahan antara yang tercatat di sistem OSS (Online Single Submission) dan kenyataan di lapangan.

“Di OSS hanya tercatat 9,6 hektar, tapi di lapangan diketahui perusahaan mengelola lebih dari 1.200 hektar. Ini menjadi tanda tanya besar,” ujarnya.

Direktur PT Kalijeruk Baru, Mayo Walla, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa perusahaan memiliki lahan seluas 1.197 hektar berdasarkan izin HGU yang berlaku sejak 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2043. Ia menjelaskan bahwa data 9,6 hektar di OSS merupakan data awal yang belum diperbarui.

“Sekarang sedang dalam proses update data. Dari total lahan tersebut, sekitar 400 hektar sudah ditanami tebu dalam rangka program peremajaan yang akan berlangsung selama enam hingga tujuh tahun,” ungkap Mayo.

Namun, DPRD mengungkapkan bahwa hingga saat ini PT Kalijeruk Baru belum menyerahkan dokumen rekomendasi dari instansi terkait yang diperlukan untuk melakukan alih fungsi tanaman keras menjadi tebu. Selain itu, dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL-UKL) juga belum diberikan, meskipun izin telah terbit sejak 2018.

“Rekomendasi itu wajib ada sebelum kegiatan dimulai. Tapi sampai rapat terakhir, dokumennya belum kami lihat. Ini menunjukkan kurangnya itikad baik dari perusahaan,” tegas Oktafiyani.

Wakil Ketua DPRD Lumajang, Kak Sudi, menegaskan bahwa pihak legislatif akan bersikap tegas apabila perusahaan tidak segera melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan. Ia juga mengingatkan bahwa keterlambatan ini berpotensi menimbulkan keresahan sosial yang lebih luas.

“Jika persoalan ini tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak yang lebih besar di tengah masyarakat,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada kesepakatan akhir antara PT Kalijeruk Baru dan DPRD Lumajang. Dewan masih menunggu kelengkapan dokumen resmi dari pihak perusahaan sebelum menentukan langkah hukum dan administratif selanjutnya.(dani)